Oleh: Mulia Jaya
A. Pendahuluan
- Latar Belakang
Dalam
melestarikan nilai budaya bangsa sebagai sistem gagasan dan
pengetahuan, beragam orientasi sosial mesti menjadi pilihan kebijakan
agar identitas kebudayaan masyarakat dapat senantiasa diwariskan dan
dikembangkan. Menganalisis perkembangan Krinok di Kabupaten Bungo sangat
berhubungan dengan perubahan sosial. Bahwa identitas suku bangsa akan
terus menguat bilamana kemampuan masyarakat tinggi dalam mempertahankan
nilai-nilai spesifik daerah baik tradisional maupun telah mengalami
modernisasi sepanjang waktu.
Menurut data Badan Pusat Statistik,
diketahui Indonesia terdiri dari 1.128 suku bangsa
(http://www.jpnn.com). Berarti bangsa Indonesia memiliki 1.128 atribut
primordial yang berupa fisik maupun non fisik. Wujud kebudayaan yang
bersifat non fisik seperti karya seni berupa lagu, nyanyian, dongeng,
tarian, tutur, kriya, hingga batik di Negara Indonesia ini terus tumbuh
dan berkembang.
Aneka atribut primordial non fisik sebagai
realitas dimasyarakat Kabupaten Bungo dapat dimaknai sebagai perwujudan
kebudayaan masyarakat kabupaten bungo yang selalu mempengaruhi prilaku
dan tindakan dalam kehidupan sampai sekarang, misalnya Krinok.
Di
era desentralisasi saat ini, pemberdayaan dan penguatan aneka atribut
primordial fisik maupun non fisik sebagai realitas dimasyarakat bungo
sangat dimungkinkan. Kabupaten Bungo, secara geografis terletak antara
101˚27’ sampai 102˚30’ Bujur Timur dan antara 01˚08’ sampai 01˚55’
Lintang Selatan. Jumlah penduduk pada tahun 2010 sekitar 303. 135 jiwa.
Luas wilayah 7.160 Km² terbagi ke dalam 17 kecamatan (Bungo dalam angka,
2010). Hal ini memberikan dampak positif terhadap pengelolaan budaya.
Karena kondisi geografis didaerah ini potensial dalam memunculkan
wujud-wujud kebudayaan spesifik sebagai modal sosial pembangunan
wilayah.
Realitas budaya di Kabupaten Bungo merupakan orientasi
nilai budaya orang bungo yang saat ini diduga masih cenderung belum
optimal penguatannya, katakanlah krinok misalnya. Krinok sendiri
berwujud kesenian daerah belakang. Secara abstrak, krinok dapat dipahami
sebagai proses interaksi manusia dengan manusia, manusia dengan alam
sekitar, manusia dengan kebahagiaan, manusia dengan kesedihan dan
manusia dengan cinta kasih.
Dalam pendewasaannya, krinok masih
menemukan hambatan sehingga belum mampu berkembang baik sampai pelosok
perkotaan. Hal ini tentu disebabkan oleh persepsi publik tentang
dinamika pelestarian budaya terutama pengelolaannya.
Pada masa
mendatang, diperlukan pengembangan budaya dan kebijakan penunjang baik
dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bungo, maupun dari kelompok-kelompok
tertentu agar krinok tetap eksis dan mengalami perubahan-perubahan
positif konstruktif dan membangun karakter bangsa melayu, di Kabupaten
Bungo.
Krinok kontemporer tidak hanya diarahkan untuk mampu
menjadi salah satu kesenian tradisional yang diaransemen ulang, tetapi
lebih dari itu yakni sebagai media komunikasi politik, media
pembelajaran, interaksi simbolik kesemuanya itu merupakan wujud dari
filsafat politik orang bungo. Karena menurut soetriono dan hanafie
(2007), bahwa filsafat termasuk kebudayaan.
Dalam pengembangannya,
semua unsur masyarakat dikaitkan dengan tiga pilar demokrasi yaitu
pemerintah, swasta dan masyarakat mesti mengambil bagian dalam
perekayasaan sosial agar nilai sosial, budaya dan politik lokal yang
berkearifan dapat terus dipertahankan.
B. Gagasan
- Krinok dalam Perspektif Filsafat Politik
Filsafat,
terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak abad ke-7 SM.
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir dan berdiskusi akan
keadaan alam, dunia, dan lingkungan disekitar mereka dan tidak
menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan.
Banyak pertanyaan muncul, mengapa filsafat
lahir di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti
Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana yaitu di
Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta,
atau ulama sehingga secara intelektual orang lebih bebas berdialektika.
Orang
Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta,
sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang
terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah
guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang
berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah
“komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh
Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat
(usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf).
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, terdiri atas dua kata philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah,
kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis,
inteligensi). Secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan
atau kebenaran (usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf). Dalam bahasa
arab disebut falsafa dengan wazan (timbangan) (bakhtiar, 2010).
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala,
sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki
kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang
independen dan bersifat spiritual
(usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf).
Sebelum Socrates ada satu kelompok sophist (kaum
sofis) berarti cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai
ukuran realitas dan menggunakan hujah-hujah keliru dalam kesimpulan.
Sehingga kata sofis mengalami reduksi makna yaitu berpikir menyesatkan.
Socrates, karena kerendahan hati dan menghindarkan diri dari
pengidentifikasian dengan kaum sofis, melarang dirinya disebut dengan
seorang sofis (cendekiawan). (usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf).
Pada
mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki
manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat
teoretis dan filsafat praktis. Filsafat teoretis meliputi Ilmu
pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan
astronomi. Ilmu eksakta dan matematika. Ilmu tentang ketuhanan dan
metafisika. Sementara filsafat praktis mencakup norma-norma, urusan
rumah tangga, sosial dan politik.
Secara umum filsafat berarti
upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis, radikal,
dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan sebuah
produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha
secara aktif, sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk
mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan
apakah informasi itu diterima atau ditolak. Dengan demikian filsafat
akan terus berubah hingga satu titik tertentu
(usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf).
Defenisi kata filsafat
bisa dikatakan merupakan sebuah masalah falsafi pula. Menurut para ahli
logika, ketika seseorang menanyakan pengertian (defenisi/hakikat)
sesuatu, sesungguhnya ia sedang bertanya tentang macam-macam
perkara. Tetapi paling tidak bisa dikatakan bahwa “falsafah” itu
kira-kira merupakan studi yang didalami tidak dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan
mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk ini, memberikan
argumentasi dan alasan tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya dari
proses-proses sebelumnya ini dimasukkan kedalam sebuah dialektika.
Dialektika ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk
daripada dialog. Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat
menurut kalangan filosof adalah:
- Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
- Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata.
- Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan sumber daya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
- Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
Plato
(427–348 SM) menyatakan filsafat ialah pengetahuan yang bersifat untuk
mencapai kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles (382–322 SM)
mendefenisikan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran
yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika. Sedangkan filosof lainnya Cicero
(106–043 SM) menyatakan filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan
lainnya. Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan keinginan untuk
mendapatkannya (usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf).
Menurut
Descartes (1596–1650), filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan dimana
Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya. Sedangkan
Immanuel Kant (1724–1804) berpendapat
filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya 4 persoalan:
1). Apakah yang dapat kita ketahui?
Jawabannya termasuk dalam bidang metafisika.
2). Apakah yang seharusnya kita kerjakan?
Jawabannya termasuk dalam bidang etika.
3). Sampai di manakah harapan kita?
Jawabannya termasuk pada bidang agama.
4). Apakah yang dinamakan manusia itu?
Jawabannya termasuk pada bidang antropologi.
Setidaknya ada tiga karakteristik berpikir filsafat yakni:
a)
Sifat menyeluruh: seseorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika hanya
mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin tahu
hakikat ilmu dari sudut pandang lain, kaitannya dengan moralitas, serta
ingin yakin apakah ilmu ini akan membawa kebahagian dirinya. Hal ini
akan membuat ilmuwan tidak merasa sombong dan paling hebat. Di atas
langit masih ada langit. contoh: Socrates menyatakan dia tidak tahu
apa-apa.
b) Sifat mendasar: yaitu sifat yang tidak saja
begitu percaya bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu itu benar? Bagaimana
proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah
kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti sebuah
pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai dengan menentukan titik
yang benar.
c) Spekulatif: dalam menyusun sebuah lingkaran
dan menentukan titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik
akhirnya dibutuhkan sebuah sifat spekulatif baik sisi proses, analisis
maupun pembuktiannya. Sehingga dapat dipisahkan mana yang logis atau
tidak (usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf).
Dari paradigma
diatas, krinok bukan suatu ilmu pengetahuan. Filsafat merupakan ilmu
pengetahuan. Krinok hanya merupakan hasil dari proses dialektika ilmu
pengetahuan.
Sir Isacc Newton, tidak hanya percaya pada kebenaran
yang sudah ada (ilmu pada saat itu). Ia menggugat hasil penelitian
terdahulu seperti logika aristotelian tentang gerak dan kosmologi, atau
logika cartesian tentang materi gerak, cahaya, dan struktur kosmos.
“Saya tidak mendefenisikan ruang, tempat, waktu dan gerak sebagaimana
diketahui banyak orang” ujar Newton. Bagi Newton tak ada keparipurnaan,
yang ada hanya pencarian dinamis, selalu mungkin berubah dan tak pernah
selesai. “ku tekuni sebuah subjek secara terus menerus dan ku tunggu
sampai cahaya fajar pertama datang perlahan, sedikit demi sedikit sampai
betulbetul terang” (usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf).
Jadi
konklusinya adalah bahwa krinok merupakan refresentasi dan generalisasi
dari hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan
Inteligensi tentang kondisi masyarakat di Kabupaten Bungo yang kemudian
dituangkan dalam senandung.
Dari sudut pandang Sir Isac Newton
pulalah mengapa kemudian lirik krinok mengalami dinamika. Berbagai
definisi filsafat dikaitkan dengan krinok, dapat diambil kesimpulan
bahwa Krinok adalah sebuah produk dari filsafat politik orang bungo dan
bukan sebuah proses, tetapi filsafatlah yang menjdi proses. Karena
filsafat merupakan alur berpikir kritis dalam penciptaan krinok yaitu
usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti prinsip-prinsip logika
untuk mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan
apakah informasi itu diterima atau ditolak tentunya dalam kontek lokal
kemudian disampaikan dengan cara bersenandung.
Filsafat politik,
menurut rodee, dkk (2009), bahwa filsafat politik merupakan tindakan
politik yang melibatkan beberapa nilai politik pokok yang mendasarinya.
Filsafat politik plato tertuju pada nilai-nilai yang dianggap penting
bagi warga Negara yang baik dan adil. Secara normatif filsafat politik
berkaitan dengan implikasi normatif dari organisasi politik dan tingkah
laku-cara bagaimana seharusnya Negara dan masyarakat diorganisir dan
bagaimana seharusnya warga masyarakat bertingkah laku, inilah nilai
dasar manusia.
Dalam senandung krinok, mengatur banyak sekali prilaku normatif sebagai nilai dasar manusia.
2. Perkembangan Krinok
Dinamika
krinok di Kabupaten Bungo berkaitan erat dengan perkembangan kebudayaan
melayu jambi dan minangkabau. Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa
dan karsa manusia oleh karenanya kebudayaan dengan sendirinya akan
mengalami perubahan dan perkembangannya seiring dengan kehidupan
manusia. Perkembangan diarahkan demi kepentingan manusia karena
kebudayaan diciptakan oleh dan untuk manusia sendiri.
Kebudayaan
dari suatu kelompok sosial tidak secara komplit ditentukan oleh
lingkungan fisik saja, namun lingkungan fisik tersebut sekedar
memberikan peluang untuk terbentuknya sebuah kebudayaan. Dari waktu ke
waktu kebudayaan berkembang seiring dengan majunya teknologi (dalam hal
ini telekomunikasi) dapat berperan dalam kehidupan setiap manusia
(Setiadi, 2008).
Dinamisasi zaman mendorong terjadinya
perubahan-perubahan di segala bidang termasuk dalam hal kebudayaan,
sehingga kebudayaan kelompok sosial tertentu akan bergeser. Cepat atau
lambat pergeseran ini akan menimbulkan konflik antara kelompok-kelompok
menghendaki reformis dengan kelompok konservatif. Suatu komunitas dapat
saja menginginkan perubahan dalam kebudayaan, dengan alasan sudah tidak
sesuai lagi dengan zaman saat ini. Namun perubahan kebudayaan sering
menjadi suatu penyimpangan. Interpretasi ini mengambil dasar pada adanya
budaya baru tumbuh dalam komunitas mereka selanjutnya, bertentangan
dengan keyakinan sebagai penganut kebudayaan tradisional selama
turun-temurun (Setiadi, 2008).
Essensi dalam proses pengembangan kebudayaan ialah dengan adanya kontrol atau kendali terhadap prilaku regular
(tampak) kemudian ditampilkan oleh penganut kebudayaan. Karena prilaku
nyata cenderung tolak menolak dengan budaya dalam kelompok sosialnya
(Setiadi, 2008). Krinok merupakan salah satu produk peradaban yang telah
mengalami standarisasi nilai, sejalan dengan perkembangan manusia dalam
kebudayaan melayu Jambi.
Masyarakat bungo yang mencapai tahap
kebudayaan tertentu telah mencapai tingkat peradaban tertentu pula
dicirikan dengan tingkat penguasaan Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
(IPTEKS). Peradaban merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
menyebut bagian-bagian atau unsur-unsur kebudayaan yang dianggap halus,
indah, dan maju. Misalnya perkembangan IPTEKS, kepandaian manusia dan
sebagainya dimana tiap bangsa dunia memiliki karakter kebudayaan yang
khas maka tak heran bila sebuah Negara hanya unggul IPTEKnya saja, atau
keseniannya (Setiadi, 2008).
Krinok merupakan hasil sebuah
hubungan konfliktual fenomenal, karena kemajuan pola pikir manusia di
masyarakat menjadi nilai keindahan. Selanjutnya mengalami perubahan dan
pertumbuhan kebudayaan. Perubahan kebudayaan itu sendiri disebabkan oleh
beberapa hal yakni:
1) Perubahan lingkungan alam
2) Perubahan yang disebabkan oleh adanya kontak dengan suatu kelompok lain
3) Penemuan (discovery)
4)
Perubahan yang terjadi karena suatu masyarakat atau bangsa mengadopsi
beberapa elemen kebudayaan material yang telah di kembangkan bangsa lain
di tempat lain
5) Perubahan yang terjadi karena suatu bangsa
memodifikasi cara hidupnya dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau
kepercayaan baru, atau karena perubahan pandangan hidup dan konsepsinya
tentang realitas.
Namun perubahan kebudayaan tentunya merupakan
perubahan yang memberikan manfaat bagi manusia dan kemanusiaan bukan
sebaliknya, yaitu memusnahkan manusia sebagai pencipta kebudayaan
tersebut (Setiadi, 2008). Krinok secara social, memberikan manfaat bagi
manusia dan kemanusiaan lokal, bukan memusnahkan manusia sebagai
pencipta kebudayaan.
Krinok berkembang awalnya di Dusun Rantau
Pandan Kecamatan Rantau Pandan. Kemudian Dusun Rantau Keloyang Kecamatan
Pelepat Kabupaten Bungo Propinsi Jambi.
Datuk Idris, di Dusun Rantau Keloyang
menceritakan sejarah krinok, sepengetahuannya yang diperoleh melalui
bertanya kepada orang-orang tua yang sudah biasa berkrinok. Tetapi saat
ini orang-orang tua itu telah banyak meninggal. Beliau menceritakan
bahwa:
“Pada zaman dahulu, hidup seorang insan saling
mencintai. Pihak laki-laki adalah anak raja kemudian, perempuan adalah
orang biasa-biasa atau miskin. Setelah mereka menjalin hubungan
percintaan maka diketahui oleh orang tua laki-laki kemudian marah dengan
perempuan dan tidak menyetujui hubungan mereka. Sang perempuan patah
hati, karena malu iapun lari dari kampong, pergi ke sebuah bukit. Di
Bukit tersebut dia mencurahkan kesedihannya dengan bersenandung.
Pada
saat perempuan tersebut bersenandung, tiba-tiba sang laki-laki pujaanya
lenyap/hilang entah kemana. Kemudian keluarga laki-laki mengadu kepada
Rio untuk menuntut perempuan tersebut. Tetapi perempuan tersebut
mengatakan, dia tidak tahu bahwa laki-laki pujaannya hilang. Maka dari
itu, Rio mengatakan kepada keluarga laki-laki kalau perempuan ini tidak
bersalah dan tidak bisa dituntut karena laki-laki tersebut hilang
sendiri”.
Dari sejarah krinok yang dituturkan oleh datuk
idris, menurut widhagdo, (1994) bahwa krinok merupakan manifestasi dari
hubungan antar manusia dalam cinta kasih, keindahan, penderitaan,
keadilan, pandangan hidup, tanggung jawab, kegelisahan, dan harapan.
Datuk idris tidak mengetahui secara pasti tahun berapa kejadian itu,
siapa nama pemuda dan pemudi, siapa orang tuanya, tinggal disana, sistem
pemerintahan saat itu apa, serta rionya siapa belum dapat diketahui
secara pasti.
3. Perkembangan Krinok Di Era Otonomi Daerah
Perubahan
sosial merupakan gejala umum yang melekat pada setiap masyarakat.
Otonomi daerah di Indonesia juga merupakan hasil dari sebuah perubahan
sosial politik dalam tatanan masyarakat Indonesia. Perubahan yang
terjadi dalam masyarakat biasanya akan menimbulkan ketidaksesuaian
antara unsur-unsur sosial, sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan
yang tidak sesuai dengan fungsinya bagi masyarakat bersangkutan. Berbeda
dengan Wilbert moore memandang perubahan sosial sebagai perubahan
struktur sosial, pola prilaku dan interaksi sosial. Perubahan kebudayaan
mengarah pada unsur-unsur kebudayaan (Setiadi, 2008).
Krinok
merupakan wujud kebudayaan yang tidak berbentuk benda mengandung pesan
penuh hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan
Inteligensi. Tentunya dikaitkan dengan sosial budaya maka krinok
merupakan abstraksi dari interaksi manusia dengan manusia, manusia
dengan alam sekitar, dan menggambarkan hubungan manusia dengan
kebahagiaan, manusia dengan kesedihan dan manusia dengan cinta kasih.
Otonomi
daerah seperti sekarang ini mestinya menjadi peluang bagi Daerah
Kabupaten Bungo untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi daerah
terkhusus masalah sosial dan budaya. Secara normatif melalui kebijakan
politik lokal. Krinok akan terus menguat dan eksis, setidaknya untuk
tatanan lokal kontekstual sebagai produk filsafat politik orang bungo.
Dalam
kerangka otonomi daerah ini pula, Komunitas Sastra Aliran Batang Bungo,
mencoba mengembangkan krinok secara modern dengan menggunakan media
filsafat politik sebagai proses kreasi penciptaan lirik krinok. Fenomena
lokal (local phenomenon dialectica) yang bersifat dialektis
menjadi kajian dalam penciptaan material krinok. Sebagai contoh lirik
krinok yang telah mengalami proses filsafat politik seperti dibawah ini:
SELENDANG MAYANG NEGERI ANGSA PUTIH
Penguasa Adil, Jujur dan Amanah Cipt: Mulia Jaya (Aliran Batang Bungo)
Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ee yo i allaa
Hoooooooooooooo iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ini cerito dari negeri nyo jambi iii ala iyooo
Seorang rajo gilo kuaso, angkuh merusuh memegang selendang mayang
Nyo bukanlah rajo adil, jujur dan amanah yoooo ae badan
Iyo Rajo negeri selampit delapan muara keruh
Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
Selendang mayang renda emas angsa putih tanah pilih
Oi kanti ngan banyaaak lah malang yo badan
Sepucuk jambi sembilan lurah ee iyo i allaa
Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ee yo i allaa
Hoooooooooooooo iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii putri angsa putih iyo puti masurai
Penguasa kerajaan angsa putih turun ke bumi beri peringatan
Muara keruh dalam ancaman iyoo ya allah ampunilah kami
Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
Demi masa akan mengukir bahwa kejujuran
Menghancurkan cadas keras iyoo malang lah kau badan
Haruslah jujur pada diri sendiri, lingkungan, dan tuhan
Kejujuran itu harus terus disuarakan, sebab manusia sejati harus menyuarakan kejujuran setandas-tandasnya
Dalam
lirik krinok diatas, menceritakan tentang kepemimpinan dan pengelolaan
kekuasaan dalam sebuah sistem pemerintahan kerajaan yang jauh dari nilai
kebijaksanaan berupa keadilan, kejujuran dan amanah. Dalam pengamatan,
agaknya penulis lirik ini berlandaskan pada pernyataan Sir Isac Newton
yang menyatakan “ku tekuni sebuah subjek secara terus menerus dan ku
tunggu sampai cahaya fajar pertama datang perlahan, sedikit demi
sedikit sampai betul-betul terang”.
Dalam lirik krinok ini,
pengelolaan kekuasaan dalam sebuah sistem pemerintahan kerajaan negeri
angsa putih harus didasarkan atas kejujuran pada diri sendiri,
lingkungan, dan tuhan. Kejujuran itu harus terus disuarakan, sebab
manusia sejati harus menyuarakan kejujuran setandas-tandasnya.
Krinok
diatas telah dipentaskan dalam Festival Seni Tradisional Melayu Jambi
yang di pentaskan dalam pementasan teater oleh Komunitas Sastra Aliran
Batang Bungo kemudian mendapat apresiasi dari dewan juri sebagai peserta
berpenampilan terbaik dan lirik krinok kreatif tahun 2010 di Taman
Budaya Jambi.
PEMILU BERSAUDARO Cipt. Mulia Jaya (Aliran Batang Bungo)
Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiii ey yo ala
Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiii
Muara bungo bumi langkah serentak limbai seayun yoala
Pesta demokrasi pemilihan bupati iiiiiiii yo pemilukada bersaudaro
Jangan lupo gunokan hak suaro, jangan idak serto memilih pemimpin kito.......
Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiii
Pilihan boleh beda tapi persatuan harus tetap dijago
Agar negeri kito ko bak cando surgo bukan memupuk api nerako
Hinggo dimato kanti hilang muko, dak bacahayo basilau mato....
Oi datuk ngan banyak, kecik idak besebut namo, besak idak besebut gelanyo
Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiii
Pemilukada bungo kiniko basuci hati baputih raso
Jangan balinang air mato bilo dak dipecayo rakyat, kalu menang jangan sok kuaso
Karno rakyat jugokan binaso
Setiap kerjo akan dipertanggung jawabkan dihadapan tuhan
Yo tuhanku jadikanlah negeri ko, negeri yang aman dan sentosa
Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiii
Satu, duo, tigo, empat, sayang semuonyo, elok galonyo
Jangan coblos galo, rusak pulo kerteh suaro iyo...ey ala
Pilihlah pemimpin sarupo sifat rasulullah penghulu sekalian alam
Jangan pilih pemimpin maling teriak maling, kagek kito terpelanting
Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiii
Jangan bersikut-sikut bae gawe, gek bungo jadi benalu
Memang elok adokan perubahan biak cukup syarat dan rukunnyo
Lanjutkan kemajuan, benahi kekurangan dan tuntaskan pembangunan
Bia tacapai masyarakat mandiri, adil dan sejahtera harapan kito semuo
Insya allah mari kito satukan niat dan tekad untuk bungo lebih baik
Kajian
suksesi kepemimpinan politik lokal di Kabupaten Bungo Pada Tahun 2011,
juga mendapat perhatian dalam pengembangan krinok sebagai filsafat
politik orang bungo yang di tampilkan oleh Komunitas Sastra Aliran
Batang Bungo, pada waktu debat kandidat Bupati Bungo jilid II di Ruang
Aula Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bungo, dan diliput oleh
Televisi Republik Indonesia Stasiun Transmisi Jambi. Acara debat
kandidat Bupati Bungo jilid II diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan
Umum Kabupaten Bungo.
Dalam lirik ini diceritakan tentang Visi Pemilihan Umum Bupati Bungo yaitu Mewujudkan Persatuan Melalui Persaudaraan Dalam Pemilihan Umum Bupati Bungo Yang Jujur Dan Adil.
Pesan politik dalam lirik ini mencoba menyampaikan nilai-nilai
persatuan, persaudaraan, kejujuran, keikhlasan, etika politik,
monitoring dan evaluasi pembangunan, dan tentang teknis penggunaan kartu
suara.
MENURUN GUNUNG JELATANG MENGALIR KE LUBUK SURUNG Cipt. Mulia Jaya (Aliran Batang Bungo)
Oooooiiiii e yo oiiiiii
Gunung jelatang parahyangan tinggi. Sakti alam kerinci negeri para depati. Pergi kembara mengembang negeri
Melangkahkan kaki tinggalkan tepian suci. Penghulu parit nan bersudut empat. Sutan syiah sakarawo yang terhormat
Melepas angin melesat cepat. Ananda sultan tenggiling karamoyudo putra keramat
Ooooiiii iiiiii yo e alaaa
Pegi bejalan menurut hati, pegi memenuhi janji-janji
Lah bulat ayi dek pembuluh, lah bulat kato dek mufakat
Karang setio selalu dijago, kelak diwarisi untuk anak cucu
Batin mengarang ke ulu buat, hati menangis meniti jalan sunyi. Berlinang si air mato sepanjang aliran batang bungo
Ooooiiii iiiiii yo e alaaa
Lajulah kau wahai biduk tujuh depo, lalu mudik ke hilir
Menurut
alur alir batang air, nan bagumbak tenang ke pinggir. Bawalah nan
sebatang diri, menyusun hidup dikemudian hari. Gunung jelatang kutinggal
sudah, berat nianlah rasonyo hati. Tesurung tebing bialah mati, namun
langkah idakkan babalek lagi
Ooooiiii iiiiii yo e alaaa
Berenanglah
kau buayo kosombo, bia nak tahu sedihnyo hati. Berenanglah kau buayo
putih, bia nak tahu merahnyo hati. Kalu ado lubuk nan teluang, berbukit
pulo di atasnyo
Disitulah tapak dicencang, kaki dijejak, disitu semak dicacah. Bialah lengang jalan pulang, gunung jelatang tetap dikenang
Krinok
diatas, dipentaskan pada acara pisah sambut Bupati Bungo tahun 2011.
Krinok ini, menjelaskan tentang sejarah Lubuk Surung di Dusun Baru Lubuk
Mayan Kabupaten Bungo. Sejarah Lubuk Surung memiliki keterkaitan erat
dengan Kerajaan Depati Empat Delapan Helai Kain dari Gunung Jelatang
Parahyangan Tinggi yang sekarang menjadi Desa Hiang Tinggi Kecamatan
Sitinjau Laut Kabupaten Kerinci.
Dalam lirik krinok ini menceritakan perjalanan Sultan Tenggiling Karamoyudo
dari Kerajaan Depati Empat Delapan Helai Kain Gunung Jelatang
Parahyangan Tinggi, mencari daerah baru untuk dikembangkan sehingga
dapatlah lubuk surung sebagai daerah pengembangan wilayah. Dalam sejarah
lubuk surung menceritakan kepemimpinan Sultan Tenggiling Karamoyudo
yang jujur, adil dan amanah, dalam penyelenggaraan pemerintahan di
Dusun Lubuk Mayan dahulu kala sebelum masuknya penjajahan Jepang dan
Belanda.
C. Kesimpulan
- Kesimpulan
a)
Krinok sebagai filsafat politik orang bungo merupakan tindakan politik
yang melibatkan beberapa nilai politik pokok yang mendasarinya, yaitu
nilai-nilai yang dianggap penting bagi warga masyarakat bungo yang baik
dan adil. Secara normatif filsafat politik berkaitan dengan implikasi
normatif dari organisasi politik dan tingkah laku-cara bagaimana
seharusnya Negara dan masyarakat bungo diorganisir dan bagaimana
seharusnya warga masyarakat bertingkah laku, inilah nilai dasar manusia.
b)
Krinok sebagai filsafat politik orang bungo berarti upaya orang bungo
untuk memahami tingkah laku segala sesuatu fenomena sosial, budaya dan
politik secara sistematis, radikal, dan kritis lalu disampaikan dengan
cara bersenandung.
c) Krinok sebagai produk dari filsafat
politik orang bungo dan bukan sebagai proses. Filsafatlah yang menjdi
proses penciptaan lirik krinok.
d) Faktor sosial, budaya dan politik, yang mempengaruhi perkembangan krinok sebagai filsafat politik orang bungo
e)
Strategi pengembangan dan pemberdayaan komunitas sastra dapat dijadikan
cara dalam pengembangan krinok sebagai filsafat politik orang bungo.
2. Saran
a)
Pemerintah Daerah Kabupaten Bungo perlu melakukan kajian mendalam
pengembangan krinok sebagai filsafat politik orang bungo.
b)
Pemerintah Daerah Kabupaten Bungo perlu mendukung aksestabilitas
kegiatan sastra oleh komunitas sastra yang fokus pada pengembangan
krinok sebagai sebagai filsafat politik orang bungo.
Daftar Pustaka
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bungo dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo, 2010. Bungo Dalam Angka
Bakhtiar, Amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Rajawali Pers. Jakarta
Rodee, dkk. 2009. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta, Rajawali Pers
Setiadi, M. Elly. et. al. 2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Kencana Prenada Media Group. Jakarta
Soetriono dan SRDm Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. CV. Andi Offset. Yogyakarta
Widagdho, Djoko. 1994. Ilmu Budaya Dasar. Bumi Aksara, Jakarta
Waskito. AA. 2009. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. PT. Wahyu Media, Jakarta
Wiyono, Hadi Eko. 2007. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Palanta, Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=57455
http://potensidaerah.ugm.ac.id/?op=berita_baca&id=103
http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf
Sumber: https://www.facebook.com/notes/mulia-jaya/krinok-sebagai-the-political-philosophia-orang-bungo/10150971147327311
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, salam...