Selasa, 03 Juli 2012

Krinok Sebagai The Political Philosophia Orang Bungo

Oleh: Mulia Jaya

A. Pendahuluan
  1. Latar Belakang
Dalam melestarikan nilai budaya bangsa sebagai sistem gagasan dan pengetahuan, beragam orientasi sosial mesti menjadi pilihan kebijakan  agar identitas kebudayaan masyarakat dapat senantiasa diwariskan dan dikembangkan. Menganalisis perkembangan Krinok di Kabupaten Bungo sangat berhubungan dengan perubahan sosial. Bahwa identitas suku bangsa akan terus menguat bilamana kemampuan masyarakat tinggi dalam mempertahankan nilai-nilai spesifik daerah baik tradisional maupun telah mengalami modernisasi sepanjang waktu.

Menurut data Badan Pusat Statistik, diketahui Indonesia terdiri dari 1.128 suku bangsa (http://www.jpnn.com). Berarti bangsa Indonesia memiliki 1.128 atribut primordial yang berupa fisik maupun non fisik. Wujud kebudayaan yang bersifat non fisik seperti karya seni berupa lagu, nyanyian, dongeng, tarian, tutur, kriya, hingga batik di Negara Indonesia ini terus tumbuh dan berkembang.

Aneka atribut primordial non fisik sebagai realitas dimasyarakat Kabupaten Bungo dapat dimaknai sebagai perwujudan kebudayaan masyarakat kabupaten bungo yang selalu mempengaruhi prilaku dan tindakan dalam kehidupan sampai sekarang, misalnya Krinok.

Di era desentralisasi saat ini, pemberdayaan dan penguatan aneka atribut primordial fisik maupun non fisik sebagai realitas dimasyarakat bungo sangat dimungkinkan. Kabupaten Bungo, secara geografis terletak antara 101˚27’ sampai 102˚30’ Bujur Timur dan antara 01˚08’ sampai 01˚55’ Lintang Selatan. Jumlah penduduk pada tahun 2010 sekitar 303. 135 jiwa. Luas wilayah 7.160 Km² terbagi ke dalam 17 kecamatan (Bungo dalam angka, 2010). Hal ini memberikan dampak positif terhadap pengelolaan budaya. Karena kondisi geografis didaerah ini potensial dalam memunculkan wujud-wujud kebudayaan spesifik sebagai modal sosial pembangunan wilayah.

Realitas budaya di Kabupaten Bungo merupakan orientasi nilai budaya orang bungo yang saat ini diduga masih cenderung belum optimal penguatannya, katakanlah krinok misalnya. Krinok sendiri berwujud kesenian daerah belakang. Secara abstrak, krinok dapat dipahami sebagai proses interaksi manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitar, manusia dengan kebahagiaan, manusia dengan kesedihan dan manusia dengan cinta kasih.

Dalam pendewasaannya, krinok masih menemukan hambatan sehingga belum mampu berkembang baik sampai pelosok perkotaan. Hal ini tentu disebabkan oleh persepsi publik tentang dinamika pelestarian budaya terutama pengelolaannya.

Pada masa mendatang, diperlukan pengembangan budaya dan kebijakan penunjang baik dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bungo, maupun dari kelompok-kelompok tertentu agar krinok tetap eksis dan mengalami perubahan-perubahan positif konstruktif dan membangun karakter bangsa melayu, di Kabupaten Bungo.

Krinok kontemporer tidak hanya diarahkan untuk mampu menjadi salah satu kesenian tradisional yang diaransemen ulang, tetapi lebih dari itu yakni sebagai media komunikasi politik, media pembelajaran, interaksi simbolik kesemuanya itu  merupakan wujud dari filsafat politik orang bungo. Karena menurut soetriono dan hanafie (2007), bahwa filsafat termasuk kebudayaan.

Dalam pengembangannya, semua unsur masyarakat dikaitkan dengan tiga pilar demokrasi yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat mesti mengambil bagian dalam perekayasaan sosial agar nilai sosial, budaya dan politik lokal yang berkearifan dapat terus dipertahankan.

B. Gagasan
  1. Krinok dalam Perspektif Filsafat Politik
Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan disekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan.

Banyak pertanyaan muncul, mengapa filsafat lahir di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana yaitu di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta, atau ulama sehingga secara intelektual orang lebih bebas berdialektika.

Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat (usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf).
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, terdiri atas dua kata philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf). Dalam bahasa arab disebut falsafa dengan wazan (timbangan) (bakhtiar, 2010).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala, sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual (usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf).

Sebelum Socrates ada satu kelompok sophist (kaum sofis) berarti cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai ukuran realitas dan menggunakan hujah-hujah keliru dalam kesimpulan. Sehingga kata sofis mengalami reduksi makna yaitu berpikir menyesatkan. Socrates, karena kerendahan hati dan menghindarkan diri dari pengidentifikasian dengan kaum sofis, melarang dirinya disebut dengan seorang sofis (cendekiawan). (usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf).

Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoretis dan filsafat praktis. Filsafat teoretis meliputi Ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan astronomi. Ilmu eksakta dan matematika. Ilmu tentang ketuhanan dan metafisika. Sementara filsafat praktis mencakup norma-norma, urusan rumah tangga, sosial dan politik.

Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan sebuah produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau ditolak. Dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu titik tertentu (usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf).

Defenisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah masalah falsafi pula. Menurut para ahli logika, ketika seseorang menanyakan pengertian (defenisi/hakikat) sesuatu, sesungguhnya ia sedang bertanya tentang macam-macam perkara. Tetapi paling tidak bisa dikatakan bahwa “falsafah” itu kira-kira merupakan studi yang didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk ini, memberikan argumentasi dan alasan tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan kedalam sebuah dialektika. Dialektika ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk daripada dialog. Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof adalah:    
  1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
  2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata.
  3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan sumber daya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
  4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
Plato (427–348 SM) menyatakan filsafat ialah pengetahuan yang bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles (382–322 SM) mendefenisikan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Sedangkan filosof lainnya Cicero (106–043 SM) menyatakan filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya. Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya (usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf).

Menurut Descartes (1596–1650), filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya. Sedangkan Immanuel Kant (1724–1804) berpendapat
filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya 4 persoalan:
1).    Apakah yang dapat kita ketahui?
Jawabannya termasuk dalam bidang metafisika.
2).    Apakah yang seharusnya kita kerjakan?
Jawabannya termasuk dalam bidang etika.
3).    Sampai di manakah harapan kita?
Jawabannya termasuk pada bidang agama.
4).    Apakah yang dinamakan manusia itu?
Jawabannya termasuk pada bidang antropologi.
Setidaknya ada tiga karakteristik berpikir filsafat yakni:
a)      Sifat menyeluruh: seseorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika hanya mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin tahu hakikat ilmu dari sudut pandang lain, kaitannya dengan moralitas, serta ingin yakin apakah ilmu ini akan membawa kebahagian dirinya. Hal ini akan membuat ilmuwan tidak merasa sombong dan paling hebat. Di atas langit masih ada langit. contoh: Socrates menyatakan dia tidak tahu apa-apa.
b)      Sifat mendasar: yaitu sifat yang tidak saja begitu percaya bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti sebuah pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai dengan menentukan titik yang benar.
c)      Spekulatif: dalam menyusun sebuah lingkaran dan menentukan titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya dibutuhkan sebuah sifat spekulatif baik sisi proses, analisis maupun pembuktiannya. Sehingga dapat dipisahkan mana yang logis atau tidak  (usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf).
Dari paradigma diatas, krinok bukan suatu ilmu pengetahuan. Filsafat merupakan ilmu pengetahuan. Krinok hanya merupakan hasil dari proses dialektika ilmu pengetahuan.
Sir Isacc Newton, tidak hanya percaya pada kebenaran yang sudah ada (ilmu pada saat itu). Ia menggugat hasil penelitian terdahulu seperti logika aristotelian tentang gerak dan kosmologi, atau logika cartesian tentang materi gerak, cahaya, dan struktur kosmos. “Saya tidak  mendefenisikan ruang, tempat, waktu dan gerak sebagaimana diketahui banyak orang” ujar Newton. Bagi Newton tak ada keparipurnaan, yang ada hanya pencarian dinamis, selalu mungkin berubah dan tak pernah selesai. “ku tekuni sebuah subjek secara terus menerus dan ku tunggu sampai cahaya fajar pertama datang perlahan, sedikit demi sedikit sampai betulbetul terang” (usupress.usu.ac.id/files/Filsafat.pdf).
Jadi konklusinya adalah bahwa krinok merupakan refresentasi dan generalisasi dari hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan Inteligensi tentang kondisi masyarakat di Kabupaten Bungo yang kemudian dituangkan dalam senandung.

Dari sudut pandang Sir Isac Newton pulalah mengapa kemudian lirik krinok mengalami dinamika. Berbagai definisi filsafat dikaitkan dengan krinok, dapat diambil kesimpulan bahwa Krinok adalah sebuah produk dari filsafat politik orang bungo dan bukan sebuah proses, tetapi filsafatlah yang menjdi proses. Karena filsafat merupakan alur berpikir kritis dalam penciptaan krinok yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti prinsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau ditolak tentunya dalam kontek lokal kemudian disampaikan dengan cara bersenandung.

Filsafat politik, menurut rodee, dkk (2009), bahwa filsafat politik merupakan tindakan politik yang melibatkan beberapa nilai politik pokok yang mendasarinya. Filsafat politik plato tertuju pada nilai-nilai yang dianggap penting bagi warga Negara yang baik dan adil. Secara normatif filsafat politik berkaitan dengan implikasi normatif dari organisasi politik dan tingkah laku-cara bagaimana seharusnya Negara dan masyarakat diorganisir dan bagaimana seharusnya warga masyarakat bertingkah laku, inilah nilai dasar manusia.
Dalam senandung krinok, mengatur banyak sekali prilaku normatif sebagai nilai dasar manusia.

2. Perkembangan Krinok
Dinamika krinok di Kabupaten Bungo berkaitan erat dengan perkembangan kebudayaan melayu jambi dan minangkabau. Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia oleh karenanya kebudayaan dengan sendirinya akan mengalami perubahan dan perkembangannya seiring dengan kehidupan manusia. Perkembangan diarahkan demi kepentingan manusia karena kebudayaan diciptakan oleh dan untuk manusia sendiri.

Kebudayaan dari suatu kelompok sosial tidak secara komplit ditentukan oleh lingkungan fisik saja, namun lingkungan fisik tersebut sekedar memberikan peluang untuk terbentuknya sebuah kebudayaan. Dari waktu ke waktu kebudayaan berkembang seiring dengan majunya teknologi (dalam hal ini telekomunikasi) dapat berperan dalam kehidupan setiap manusia (Setiadi, 2008).

Dinamisasi zaman mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala bidang termasuk dalam hal kebudayaan, sehingga  kebudayaan kelompok sosial tertentu akan bergeser. Cepat atau lambat pergeseran ini akan menimbulkan konflik antara kelompok-kelompok menghendaki reformis dengan kelompok konservatif. Suatu komunitas dapat saja menginginkan perubahan dalam kebudayaan, dengan alasan sudah tidak sesuai lagi dengan zaman saat ini. Namun perubahan kebudayaan sering menjadi suatu penyimpangan. Interpretasi ini mengambil dasar pada adanya budaya baru tumbuh dalam komunitas mereka selanjutnya, bertentangan dengan keyakinan sebagai penganut kebudayaan tradisional selama turun-temurun  (Setiadi, 2008).

Essensi dalam proses pengembangan kebudayaan ialah dengan adanya kontrol atau kendali terhadap prilaku regular (tampak) kemudian ditampilkan oleh penganut kebudayaan. Karena prilaku nyata cenderung tolak menolak dengan budaya dalam kelompok sosialnya (Setiadi, 2008). Krinok merupakan salah satu produk peradaban yang telah mengalami standarisasi nilai, sejalan dengan perkembangan manusia dalam kebudayaan melayu Jambi.
Masyarakat bungo yang mencapai tahap kebudayaan tertentu telah mencapai tingkat peradaban tertentu pula dicirikan dengan tingkat penguasaan Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS). Peradaban merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyebut bagian-bagian atau unsur-unsur kebudayaan yang dianggap halus, indah, dan maju. Misalnya perkembangan IPTEKS, kepandaian manusia dan sebagainya dimana tiap bangsa dunia memiliki karakter kebudayaan yang khas maka tak heran bila sebuah Negara hanya unggul IPTEKnya saja, atau keseniannya (Setiadi, 2008).
Krinok merupakan hasil sebuah hubungan konfliktual fenomenal, karena kemajuan pola pikir manusia di masyarakat menjadi nilai keindahan. Selanjutnya mengalami perubahan dan pertumbuhan kebudayaan. Perubahan kebudayaan itu sendiri disebabkan oleh beberapa hal yakni:
1)   Perubahan lingkungan alam
2)   Perubahan yang disebabkan oleh adanya kontak dengan suatu kelompok lain
3)   Penemuan (discovery)
4)   Perubahan yang terjadi karena suatu masyarakat atau bangsa mengadopsi beberapa elemen kebudayaan material yang telah di kembangkan bangsa lain di tempat lain
5)   Perubahan yang terjadi karena suatu bangsa memodifikasi cara hidupnya dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau kepercayaan baru, atau karena perubahan pandangan hidup dan konsepsinya tentang realitas.
Namun perubahan kebudayaan tentunya merupakan perubahan yang memberikan manfaat bagi manusia dan kemanusiaan bukan sebaliknya, yaitu memusnahkan manusia sebagai pencipta kebudayaan tersebut (Setiadi, 2008). Krinok secara social, memberikan manfaat bagi manusia dan kemanusiaan lokal, bukan memusnahkan manusia sebagai pencipta kebudayaan.
Krinok berkembang awalnya di Dusun Rantau Pandan Kecamatan Rantau Pandan. Kemudian Dusun Rantau Keloyang Kecamatan Pelepat Kabupaten Bungo Propinsi Jambi.
Datuk Idris, di Dusun Rantau Keloyang menceritakan sejarah krinok, sepengetahuannya yang diperoleh melalui bertanya kepada orang-orang tua yang sudah biasa berkrinok. Tetapi saat ini orang-orang tua itu telah banyak meninggal. Beliau menceritakan bahwa:
“Pada zaman dahulu, hidup seorang insan saling mencintai. Pihak laki-laki adalah anak raja kemudian, perempuan adalah orang biasa-biasa atau miskin. Setelah mereka menjalin hubungan percintaan maka diketahui oleh orang tua laki-laki kemudian marah dengan perempuan dan tidak menyetujui hubungan mereka. Sang perempuan patah hati, karena malu iapun lari dari kampong, pergi ke sebuah bukit. Di Bukit tersebut dia mencurahkan kesedihannya dengan bersenandung.
Pada saat perempuan tersebut bersenandung, tiba-tiba sang laki-laki pujaanya lenyap/hilang entah kemana. Kemudian keluarga laki-laki mengadu kepada Rio untuk menuntut perempuan tersebut. Tetapi perempuan tersebut mengatakan, dia tidak tahu bahwa laki-laki pujaannya hilang. Maka dari itu, Rio mengatakan kepada keluarga laki-laki kalau perempuan ini tidak bersalah dan tidak bisa dituntut karena laki-laki tersebut hilang sendiri”.
Dari sejarah krinok yang dituturkan oleh datuk idris, menurut widhagdo, (1994) bahwa krinok merupakan manifestasi dari hubungan antar manusia dalam cinta kasih, keindahan, penderitaan, keadilan, pandangan hidup, tanggung jawab, kegelisahan, dan harapan. Datuk idris tidak mengetahui secara pasti tahun berapa kejadian itu, siapa nama pemuda dan pemudi, siapa orang tuanya, tinggal disana, sistem pemerintahan saat itu apa, serta rionya siapa belum dapat diketahui secara pasti.

3.  Perkembangan Krinok Di Era Otonomi Daerah
Perubahan sosial merupakan gejala umum yang melekat pada setiap masyarakat. Otonomi daerah di Indonesia juga merupakan hasil dari sebuah perubahan sosial politik dalam tatanan masyarakat Indonesia. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat biasanya akan menimbulkan ketidaksesuaian antara unsur-unsur sosial, sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak sesuai dengan fungsinya bagi masyarakat bersangkutan. Berbeda dengan Wilbert moore memandang perubahan sosial sebagai perubahan struktur sosial, pola prilaku dan interaksi sosial. Perubahan kebudayaan mengarah pada unsur-unsur kebudayaan (Setiadi, 2008).

Krinok merupakan wujud kebudayaan yang tidak berbentuk benda mengandung pesan penuh hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan Inteligensi. Tentunya dikaitkan dengan sosial budaya maka krinok merupakan abstraksi dari interaksi manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitar, dan menggambarkan hubungan manusia dengan kebahagiaan, manusia dengan kesedihan dan manusia dengan cinta kasih.

Otonomi daerah seperti sekarang ini mestinya menjadi peluang bagi Daerah Kabupaten Bungo untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi daerah terkhusus masalah sosial dan budaya. Secara normatif melalui kebijakan politik lokal. Krinok akan terus menguat dan eksis, setidaknya untuk tatanan lokal kontekstual sebagai produk filsafat politik orang bungo.
Dalam kerangka otonomi daerah ini pula, Komunitas Sastra Aliran Batang Bungo, mencoba mengembangkan krinok secara modern dengan menggunakan media filsafat politik sebagai proses kreasi penciptaan lirik krinok. Fenomena lokal (local phenomenon dialectica) yang bersifat dialektis menjadi kajian dalam penciptaan material krinok. Sebagai contoh lirik krinok yang telah mengalami proses filsafat politik seperti dibawah ini:

SELENDANG MAYANG NEGERI ANGSA PUTIH
Penguasa Adil, Jujur dan Amanah Cipt: Mulia Jaya (Aliran Batang Bungo)

Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ee yo i allaa
Hoooooooooooooo iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ini cerito dari negeri nyo jambi iii ala iyooo
Seorang rajo gilo kuaso, angkuh merusuh memegang selendang mayang
Nyo bukanlah rajo adil, jujur dan amanah yoooo ae badan
Iyo Rajo negeri selampit delapan muara keruh
 Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
Selendang mayang renda emas angsa putih tanah pilih
Oi kanti ngan banyaaak lah malang yo badan
Sepucuk jambi sembilan lurah ee iyo i allaa
 Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ee yo i allaa
Hoooooooooooooo iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii putri angsa putih iyo puti masurai
Penguasa kerajaan angsa putih turun ke bumi beri peringatan
Muara keruh dalam ancaman iyoo ya allah ampunilah         kami
Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
Demi masa akan mengukir bahwa kejujuran
Menghancurkan cadas keras iyoo malang lah kau badan
Haruslah jujur pada diri sendiri, lingkungan, dan tuhan
Kejujuran itu harus terus disuarakan, sebab manusia sejati harus menyuarakan kejujuran setandas-tandasnya

Dalam lirik krinok diatas, menceritakan tentang kepemimpinan dan pengelolaan kekuasaan dalam sebuah sistem pemerintahan kerajaan yang jauh dari nilai kebijaksanaan berupa keadilan, kejujuran dan amanah. Dalam pengamatan, agaknya penulis lirik ini berlandaskan pada pernyataan Sir Isac Newton yang menyatakan “ku tekuni sebuah subjek secara terus menerus dan ku tunggu sampai cahaya fajar pertama datang perlahan, sedikit demi sedikit sampai betul-betul terang”.
Dalam lirik krinok ini, pengelolaan kekuasaan dalam sebuah sistem pemerintahan kerajaan negeri angsa putih harus didasarkan atas kejujuran pada diri sendiri, lingkungan, dan tuhan. Kejujuran itu harus terus disuarakan, sebab manusia sejati harus menyuarakan kejujuran setandas-tandasnya.
Krinok diatas telah dipentaskan dalam Festival Seni Tradisional Melayu Jambi yang di pentaskan dalam pementasan teater oleh Komunitas Sastra Aliran Batang Bungo kemudian mendapat apresiasi dari dewan juri sebagai peserta berpenampilan terbaik dan lirik krinok kreatif tahun 2010 di Taman Budaya Jambi.

PEMILU BERSAUDARO Cipt. Mulia Jaya (Aliran Batang Bungo)

Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiii ey yo ala
Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiii
Muara bungo bumi langkah serentak limbai seayun yoala
Pesta demokrasi pemilihan bupati iiiiiiii yo pemilukada bersaudaro
Jangan lupo gunokan hak suaro, jangan idak serto memilih pemimpin kito.......
Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiii
Pilihan boleh beda tapi persatuan harus tetap dijago
Agar negeri kito ko bak cando surgo bukan memupuk api nerako
Hinggo dimato kanti hilang muko, dak bacahayo basilau mato....
Oi datuk ngan banyak,  kecik idak besebut namo, besak idak besebut gelanyo
Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiii
Pemilukada bungo kiniko basuci hati baputih raso
Jangan balinang air mato bilo dak dipecayo rakyat, kalu menang jangan sok kuaso
Karno rakyat jugokan binaso
Setiap kerjo akan dipertanggung jawabkan dihadapan tuhan
Yo tuhanku jadikanlah negeri ko, negeri yang aman dan       sentosa
Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiii
Satu, duo, tigo, empat, sayang semuonyo, elok galonyo
Jangan coblos galo, rusak pulo kerteh suaro iyo...ey ala
Pilihlah pemimpin sarupo sifat rasulullah penghulu sekalian alam
Jangan pilih pemimpin maling teriak maling, kagek kito terpelanting

 Hooooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiii
Jangan bersikut-sikut bae gawe, gek bungo jadi benalu
Memang elok adokan perubahan biak cukup syarat dan rukunnyo
Lanjutkan kemajuan, benahi kekurangan dan tuntaskan pembangunan
Bia tacapai masyarakat mandiri, adil dan sejahtera harapan kito semuo
Insya allah mari kito satukan niat dan tekad untuk bungo lebih baik

Kajian suksesi kepemimpinan politik lokal di Kabupaten Bungo Pada Tahun 2011, juga mendapat perhatian dalam pengembangan krinok sebagai filsafat politik orang bungo yang di tampilkan oleh Komunitas Sastra Aliran Batang Bungo, pada waktu debat kandidat Bupati Bungo jilid II di Ruang Aula Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bungo, dan diliput oleh Televisi  Republik Indonesia Stasiun Transmisi Jambi. Acara debat kandidat Bupati Bungo jilid II diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bungo.

Dalam lirik ini diceritakan tentang Visi Pemilihan Umum Bupati Bungo yaitu Mewujudkan Persatuan Melalui Persaudaraan Dalam Pemilihan Umum Bupati Bungo Yang Jujur Dan Adil. Pesan politik dalam lirik ini mencoba menyampaikan nilai-nilai persatuan, persaudaraan, kejujuran, keikhlasan, etika politik, monitoring dan evaluasi pembangunan, dan tentang teknis penggunaan kartu suara.

MENURUN GUNUNG JELATANG MENGALIR KE LUBUK SURUNG Cipt. Mulia Jaya (Aliran Batang Bungo)

Oooooiiiii e yo oiiiiii
Gunung jelatang parahyangan tinggi. Sakti alam kerinci negeri para depati. Pergi kembara mengembang negeri
Melangkahkan kaki tinggalkan tepian suci. Penghulu parit nan bersudut empat. Sutan syiah sakarawo yang terhormat
Melepas angin melesat cepat. Ananda sultan tenggiling karamoyudo putra keramat
Ooooiiii iiiiii yo e alaaa
Pegi bejalan menurut hati, pegi memenuhi janji-janji
Lah bulat ayi dek pembuluh, lah bulat kato dek mufakat
Karang setio selalu dijago, kelak diwarisi untuk anak cucu
Batin mengarang ke ulu buat, hati menangis meniti jalan sunyi. Berlinang si air mato sepanjang aliran batang bungo
Ooooiiii iiiiii yo e alaaa
Lajulah kau wahai biduk tujuh depo, lalu mudik ke hilir
Menurut alur alir batang air, nan bagumbak tenang ke pinggir. Bawalah nan sebatang diri, menyusun hidup dikemudian hari. Gunung jelatang kutinggal sudah, berat nianlah rasonyo hati. Tesurung tebing bialah mati, namun langkah idakkan babalek lagi
Ooooiiii iiiiii yo e alaaa
Berenanglah kau buayo kosombo, bia nak tahu sedihnyo hati. Berenanglah kau buayo putih, bia nak tahu merahnyo hati. Kalu ado lubuk nan teluang, berbukit pulo di atasnyo
Disitulah tapak dicencang, kaki dijejak, disitu semak dicacah. Bialah lengang jalan pulang, gunung jelatang tetap dikenang

Krinok diatas, dipentaskan pada acara pisah sambut Bupati Bungo tahun 2011. Krinok ini, menjelaskan tentang sejarah Lubuk Surung di Dusun Baru Lubuk Mayan Kabupaten Bungo. Sejarah Lubuk Surung memiliki keterkaitan erat dengan Kerajaan Depati Empat Delapan Helai Kain dari Gunung Jelatang Parahyangan Tinggi yang sekarang menjadi Desa Hiang Tinggi Kecamatan Sitinjau Laut Kabupaten Kerinci.
Dalam lirik krinok ini menceritakan perjalanan Sultan Tenggiling Karamoyudo dari Kerajaan Depati Empat Delapan Helai Kain Gunung Jelatang Parahyangan Tinggi, mencari daerah baru untuk dikembangkan sehingga dapatlah lubuk surung sebagai daerah pengembangan wilayah. Dalam sejarah lubuk surung menceritakan kepemimpinan Sultan Tenggiling Karamoyudo yang jujur, adil dan amanah, dalam penyelenggaraan pemerintahan di Dusun Lubuk Mayan dahulu kala sebelum masuknya penjajahan Jepang dan Belanda.

C. Kesimpulan
  1. Kesimpulan
a)      Krinok sebagai filsafat politik orang bungo merupakan tindakan politik yang melibatkan beberapa nilai politik pokok yang mendasarinya, yaitu nilai-nilai yang dianggap penting bagi warga masyarakat bungo yang baik dan adil. Secara normatif filsafat politik berkaitan dengan implikasi normatif dari organisasi politik dan tingkah laku-cara bagaimana seharusnya Negara dan masyarakat bungo diorganisir dan bagaimana seharusnya warga masyarakat bertingkah laku, inilah nilai dasar manusia.
b)      Krinok sebagai filsafat politik orang bungo berarti upaya orang bungo untuk memahami tingkah laku segala sesuatu fenomena sosial, budaya dan politik secara sistematis, radikal, dan kritis lalu disampaikan dengan cara bersenandung.
c)      Krinok sebagai produk dari filsafat politik orang bungo dan bukan sebagai proses. Filsafatlah yang menjdi proses penciptaan lirik krinok.
d)     Faktor sosial, budaya dan politik, yang mempengaruhi perkembangan krinok sebagai filsafat politik orang bungo
e)      Strategi pengembangan dan pemberdayaan komunitas sastra dapat dijadikan cara dalam pengembangan krinok sebagai filsafat politik orang bungo.

 2. Saran
a)      Pemerintah Daerah Kabupaten Bungo perlu melakukan kajian mendalam pengembangan krinok sebagai filsafat politik orang bungo.
b)      Pemerintah Daerah Kabupaten Bungo perlu mendukung aksestabilitas kegiatan sastra oleh komunitas sastra yang fokus pada pengembangan krinok sebagai sebagai filsafat politik orang bungo.

Daftar Pustaka
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bungo dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo, 2010. Bungo Dalam Angka
Bakhtiar, Amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Rajawali Pers. Jakarta
Rodee, dkk. 2009. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta, Rajawali Pers
Setiadi, M. Elly. et. al. 2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Kencana Prenada Media Group. Jakarta
Soetriono dan SRDm Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. CV. Andi Offset. Yogyakarta
Widagdho, Djoko. 1994. Ilmu Budaya Dasar. Bumi Aksara, Jakarta
            Waskito. AA. 2009. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. PT. Wahyu Media, Jakarta
Wiyono, Hadi Eko. 2007. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Palanta, Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=57455
http://potensidaerah.ugm.ac.id/?op=berita_baca&id=103
http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf

Sumber: https://www.facebook.com/notes/mulia-jaya/krinok-sebagai-the-political-philosophia-orang-bungo/10150971147327311

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung, salam...

    Kategori

    Tentang ATL

    Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Jambi merupakan wadah sekumpulan orang-orang yang prihatin terhadap tradisi yang semakin lama semakin berkurang para penuturnya. Sekarang kami bermarkas di Kantor Bahasa Provinsi Jambi. Silakan kontak kami di email atl_jambi@yahoo.com

    Pengelola

    Pemerhati