Jumat, 31 Agustus 2012

Tambo Sakti Alam Kerinci (Versi II)

Tersebutlah turun Nenek Indar Bayang dari negeri Koto Batu Bapagaruyung, ia hendak menjalang luak Kunci (Kerinci)/ Sungai Kunci, maka didaki gunung Singgalang, lepas dari gunung itu didaki pula Gunung Berapi, lepas dari gunung itu didaki pula Gunung Saga, tetapat di Pariang Padang Panjang. Maka di tempuh Pariang Padang Panjang, maka dia ruang rimba yang dalam, dia turun di pematang panjang, tetapat di ujung Tanjung Babunga Emas, dia hendak mendaki pula Gunung Jelatang, maka di daki Gunung Jelatang, berapa lama, dua kali tujuh hari, maka sampailah di puncak Gunung Jelatang, maka bertemu bidadari, turun dari langit yang ketujuh. Maka dia bawa balik ke ujung tanjung babunga emas, maka nikah Nenek Indar Bayang dengan bidadari, maka bergelar Dayang Seti Penghulu Alam.

Maka beranak empat orang:
1. Dayang Seti Malin Alam
2. Bujang Pariang
3. Bujang Hiang
4. Seteri Mato
Bujang Hiang balik ke Batang Bunga, bertempat di Tanah Abang, Bujang Pariang di Hiang, Seteri Mato dan Dayang Seti Malin Alam beranak lima orang :
1. Malin Dima (laki2)
2. Sejatah (perempuan)
3. Dayang Ruani (perempuan)
4. Dayang Indah (perempuan)
5. Dayang Ramayang (perempuan)
Dayang Ruani balik ke Rantau Maju ialah itu nenek Pangeran di Jambi. Dayang Ramayang balik ke Kuta Tebat.
Dayang Indah beranak lima orang :
1. Depati Batu Hampar
2. Dayang Mendayu
3. Dayang Bunga Alam
4. Dayang Padang
5. Dayang Marani
Dayang Mendayu balik ke Gunung Urai, itulah Nenek Depati Mendaro Langkat itu adanya. Kemudian hamillah Sejatah dengan ditakdirkan Allah ta’ala. Jadi hendak dibunuh oleh Depati Hampar. Jadi berkatalah anak Sejatah dalam kalbu ibunya: “Jangan dibunuh Sejatah”, kemudian maka lahirlah anak Sejatah itu, yang bernama Sejatah Rupa Besusutunggang, kemudian ia bergelar Depati Hiang Tunggang, ialah itu anak Nenek Indar Jati adanya. Kemudian maka turun pula Nenek Siak Raja ke Alam Kerinci, dia menurut mamak dia Nenek Indar Bayang, turun dari negeri Kuto Batu Bapagaruyung. Adapun nenek Siak Raja anak Datuk Mahatamat dengan Puti Bunga Putih adanya. Maka turun Nenek Siak Raja, dua dengan Nenek Raja Bujang, tiga dengan Nenek German Besi, empat Ki Mingin Gedang Hidung. Raja Bujang jadi hulubalang dia, German Besi dengan Kamingin Gedang Hidung jadi orang perintahan dia. Jadi maka dia tempuh pula Pariang Padang Panjang, maka di ruang rimba yang dalam, maka dia turun di Pematang Panjang, maka tetapat pula di ujung tanjung babunga emas. Maka bertemu dengan mamak dia nenek Indar Bayang dirujung tanjung babunga mas. Jadi dia hendak mendaki pula Gunung Jelatang, maka nenek Siak Raja mendaki Gunung Jelatang, maka sampai ke puncak gunung itu, maka dia dapat batang langgiang segedang gendang, maka dia bawa balik ke ujung tanjung babunga emas, maka dia jadi akan gendang, maka bergelar Kuta Jelatang.

Kemudian maka nikah Nenek Siak Raja dengan Nenek Dayang Bunga Alam, kemudian maka disuruh nenek Indar Bayang dia balik ke Tanjung Banio Kemantan Penawar Tinggi. Jadi maka bersiaplah nenek Siak Raja, maka baliklah nenek Siak Raja serta dengan perempuan dia, serta dengan rakyat dia tiga orang, empat dengan dia, lima dengan perempuan dia. Kemudian maka dia mudik akan batang Sangke, dia turun pula Pematang Panjang, maka tetapat di Tanjung Banto Kemantan Penawar Tinggi itulah adanya. Kemudian maka beranak nenek Siak Raja empat orang lima dengan Raja Bujang :
1. Raja Bujang
2. Raja Genti
3. Patih Nyadi
4. Sungai Teman
5. Seri Bunga Padi
Raja Bujang balik ke Kuta Rawang, nikah dengan nenek Salih Pingat, maka dapat anak tiga orang:
1. Nenek Baco
2. Nenek Tiku
3. Nenek Bulan
Nenek Tiku, Nenek Bulan balik mudik Kemantan Penawar Tinggi. Nenek Baco tinggal di Kuta Rawang Kampung Dalam. Nenek Rajo Genti dengan Patih Nyadi balik ke Dusun Tinggi. Nenek Sungai Teman tunggu Dusun Tanjung Melako Kecik. Nenek Seri Bunga Padi balik ke Sungai Tutung Dusun Bertangga Manik, nikah dengan Nenek Ji. Adapun Nenek Ji itu datang dari Tamiai.
Adapun Nenek Raja Genti beranak tiga orang:
1. Nenek Madang
2. Nenek Pingat
3. Nenek Depati Kemulo Rajo
Adapun Nenek Depati Raja Palimo Nenek Depati Talu Bumi. Adapun nenek Patih Nyadi beranak empat orang: pertama Nenek Cempu, dua Nenek Santi, tiga Nenek Senang, empat Nenek Simat. Nenek Simat balik ke Tebat Ijuk itulah adanya. Tersebutlah turun Nenek Salih Kuning Indah Nyato dua beranak dengan Rio Lamenang turun datang negeri Kuto Batu Bapagaruyung. Dia hendak menghadapkan tombak nenek Siak Raja. Lah tinggal di negeri dia turun ke Alam Kerinci. 
Nenek Salih Kuning Indah Nyato berapa dia serempak turun; pertama Rio Lamenang, dua berinduk dengan Salih Kuning Indah Nyato, tiga dengan Intan Pemato, empat Lintang Permato, lima Mangkudun Sati. Rio Lamenang membawa tombak turun datang negeri Kuto Batu Bapagaruyung, maka dia tempuh Pariang Padang Panjang, diruan rimba yang dalam, dia turun Pematang Panjang, maka tetepat Kuto Jelatang, maka dia tanyo akan pada nenek Indar Bayang, apa kata nenek Salih Kuning Indah Nyato, di mana dia dusanak aku nama Siak Raja, aku hendak mengadapkan akan tombak kepada dia. Apa kata nenek Indar Bayang, Siak Raja lah pulang ke Tanjung Banio, Rio Lamenang balik ke Pangkalan Jambu. Intan Permato balik ke Koto Pandan, ialah Nenek Siak Langis. Lintang Permato balik ke Koto Baringin, Mangkudun Sati balik ke Kuto Limau Sering itulah adanya.

Kemudian maka turun pula nenek Datuk Temenggungan dengan nenek Perpatih Sebatang datang negeri Kuto Batu Bapagaruyung ke Alam Kerinci. Maka dia tempuh Pariang Padang Panjang, maka diruan rimba yang dalam, maka diturun pematang panjang, maka tetapat Batang Sangke, maka dijejak Batang Sangke dengan masgul, maka bernamalah Batang Hiang.

Jadi Pariang Padang Panjang negeri yang diturun ke Alam Kerinci. Maka dia hendak menghukumkan menga-adatkan Alam Kerinci. Manalah hukum dia nenek Perpatih Sebatang. Salah pauk dipampas, salah bunuh dibangun, babini ngulak dengan jantan bayar sako mahar, kok ngulak dengan perempuan tertulak purbakala. Undang2 balik ke Minangkabau, teliti balik ke Jambi. Apalah tinggal hendak depati empat, emas yang seemas tinggal hendak depati empat. Adapun jadi pake emas yang se-emas, kusut2 diusainya, silang2 bapatut, keruh2 bejernih, sarang2 bebagih, rangkang2 besusun, lapuk2 dibarui, kuman disesah. Kok lah terjun dipernaik, jikalau salah baliat, jikalau benar bajingok. Itulah yang dikatakan emas yang se-emas. Kemudian maka hilir nenek Perpatih Sebatang pake Jambi hendak menyancar pantak, maka bertemulah dengan Pangeran Temenggung, maka nenek Perpatih Sebatang menyancar pantak, maka dia bawalah pantak yang selapan belas, didilir sejak ditepat Pulau Tiung, dimudik sejak di Gading Terentak Gunung Berapi. Maka naiklah Pangeran Temenggung hendak mengukur akan gabung tanah. Maka dia bawa tali empat belas tukal, muwa kain panjang selapan. Didilir jak tetepat Pulau Tiung, dimudik jak Gunung Berapi Gading Terentak. Dapatlah tanah empat belas gabung di Alam Kerinci, bernama Depati Empat Delapan Helai Kain.

Tersebutlah Nenek Seteri Mato hendak menurut Bujang Hiang ke Batang Bungo, maka dilepaslah kancil, hai kancil, pergi tengok Bujang Hiang di Batang Bungo. Maka berjalanlah kancil. Tiba di Batang Bungo, Bujang Hiang lagi menarah, maka duduk kancil dari belakang. Jadi terpancung beliung. Maka dilihat di Bujang Hiang, kancil sudah mati. Jadi diambillah tanduk kancil itu, maka ditaruh. Kemudian tiba pula Seteri Mato menurut kancil, didapatlah kancil sudah mati. Maka disuruh Bujang Hiang balik ke Kerinci, dia tidak mau. Maka baliklah Seteri Mato, maka dia bawa tanduk kancil. Maka baliklah Seteri Mato tiba di Bukit jalan ke Tebo. Maka bertemu dengan Depati Tujuh, jadi dia mau tanduk kancil, jadi dapat dibawa Patih Tujuh. Seteri Mato tinggal Pendung. Tanduk kancil dibawa Depati Tujuh. Kemudian maka adalah nenek Sungai Tenang tahu, jadi dia ambil tanduk kancil adanya.

Inilah fasal menyatakan perjalanan nenek Sungai Tenang. Dia hendak menghadap ke tanah Jambi. Dia membawa tanduk kancil melalui jalan Serampeh Sungai Tenang, maka bermalam di Sungai Tenang. Maka dilibelah tanduk kancil dengan Tanduk Kijang Berjipang Tujuh. Tanduk Kancil tinggal di Sungai Tenang, Tanduk Kijang Berjipang Tujuh dibawa berjalan ke Jambi. Maka didaki bukit Kanujo, turun di bukit Kanujo tetepat di Batang Surulangun. Maka dia buatlah cerapung, sudah cerapung, maka dia ilirkan Batang Surulangun, maka tetepat di Batang Hari. Diilirkan pula Batang Hari, maka tetepat Ketepian Rajo, maka bertemu dengan orang tuo seorang dari tepian rajo itu. Maka berkata nenek Sungai Tenang, apalah kata dia. Hai orang tuo, mintak tanyo akan kepada Rajo, ada orang Kerinci seorang, hendak numpang bermalam ke rumah Rajo, adakah boleh atau tidak, jikalau boleh katakan boleh, jikalau tidak katakan tidak.

Maka berjalanlah orang tua itu, maka sampailah ke rumah Rajo itu, maka berkatalah orang tua itu, apalah kata dia. Hai Rajo, ada orang Kerinci seorang di tepian. Dia hendak numpang bermalam ke rumah Rajo, adakah boleh dia bermalam, adakah tidak?. Maka berkatalah Raja itu kepada orang tua itu, apalah kata Rajo, Di mana boleh orang Kerinci hendak bermalam, tidak boleh, tidak pernah sejak dahulukala orang Kerinci turun ke Jambi, melainkan orang Jambi yang naik ke Alam Kerinci. Tidak boleh orang Kerinci hendak bermalam. Maka berbalik pula orang tua itu ke tepian. Maka berkata pula orang tua itu kepada nenek Sungai Tenang, hai orang Kerinci, tidak boleh kata Rajo. Maka tepekur dia dari tepian raja itu, dia menanti waktu magrib, dapat waktu magrib maka banglah (azanlah) nenek Sungai Tenang. Bunyi2 satu kali merato di bumi, satu kali di awang2, satu kali sampai ke langit yang ketujuh, dia bang di tepian. Maka berkata Rajo itu kepada si orang tua, siapa yang bang itu, bunyi dari tepian? Kata orang tua ialah itu orang Kerinci. Apalah kata rajo kepada orang tua, hai orang tua kata rajo, pergi jeput orang Kerinci iatu dan bawa ke rumah. Maka berjalanlah orang tua menemui orang Kerinci. Apalah kata orang tua, hai orang Kerinci, kata orang tua, hamba disuruh Rajo membawa orang Kerinci naik ke rumah Rajo. Maka berjalanlah orang Kerinci ber-sama2 dengan orang tua naik ke rumah Rajo itu. Maka ditepat rumah Rajo itu, maka terpekurlah di rumah Rajo, maka berkatalah Rajo kepada orang Kerinci. Apa kata Rajo, Apa sebab orang Kerinci tidak pernah sejak dahulu kala turun ke Jambi ?. Maka berkatalah nenek Sungai Tenang kepada Rajo, sebab hamba turun ke Jambi hamba hendak mengadu pusaka, hendaklah berhimpun Raja Yang Betigo: Pertama Pangeran Pendek, kedua Pangeran Buwih Sawi, ketiga Pangeran Gadis. Pangeran Pendek ngadakan Kelambu, Payung Satu Kaki. Pangeran Buwih Sawi ngadakan Lapik Utan, Pangeran Gadis ngadakan Piagam. Yaitu maka bergelar nenek Sungai Tenang dengan gelar Depati Sangkar Bulan Nyalo Bumi,
Tanduk Kijang berjipang Tujuh tinggal di Jambi, Jadi Akan Tando Pangeran naik ke Alam Kerinci. Jikalau tidak dibawa Tanduk Kijang Berjipang Tujuh apabila Pangeran hendak naik ke Alam Kerinci, berarti bukanlah Pangeran. Maka pulanglah nenek Depati Sangkar Bulan Nyalo Bumi, naik ke Kerinci menjadi Rajo Mudo dengan Depati Sangkar Bulan orang bedua jadi seorang.

Fasal dari pada nenek Depati Sangkar Bulan nikah dengan nenek Dayang Ramayah di kuta Tebat, maka beranak tiga orang, pertama Dayang Padang, kedua nenek……………tiga Patih Agung Semung. Dayang Padang balik ke Kuto Padang, nenek Rio ialah nenek Depati Setuwung. Nenek Depati Semum balik mudik.

Setelah Nenek Dayang Ramayah meninggal, maka baliklah Nenek Depati Sangkar Bulan ke dusun Tanjung. Kemudian nikah nenek Depati Sangkar Bulan dengan Dayang Payang Malila Alam orang Kuto Kepayang, maka dia bawa balik ke dusun Tanjung, maka beranak orang lima. Pertama Mit Dingin, dua Salih Kuning Lipat Kain, tiga Salih Kuning Nyato Alam, empat Salih Kuning Kunci Alam, lima Salih Kuning Bunga Padi.

Mit Dingin balik ke dusun Sekandung nikah dengan Mayang. Salih Kuning Nyato Alam nikah dengan Pati Muda Kunci. Salih Kuning Kunci Alam nikah dengan nenek Malin Kiwai. Salih Kuning Lipat Kain nikah dengan Depati Agung Semum.

Inilah fasal pada menyatakan Patih Agung Semum Panjang Rambut, yaitu tiga beradik, pertama Bujang Bentang, dua Ampar Besi, tiga Penghulu Bisa. Nenek Penghulu Bisa jadi Nenek Penghulu Bisa jadi imo putih. Adapun Bujang Bentang berempat di Pengasi, di atas lubuk kenung. Nenek Hampar Besi ialah itu nenek Pati Agung Semum Panjang Rambut.

Tatkala masa itu nenek Sipati Setuweo dia didenda raja, sebab dia mengatakan tengkurak pandai berkata dalam kubur, jadi tedenda beliau itu dengan mas selesung pesuk, selengan baju panjang, seruas telang rimbo sekuning lembio. Nempuhlah nenek Hampar Besi, maka dia bawa orang ke dalam negeri, maka dia suruh menalak kerbau jantan, maka dia pehit akan tanduknya, maknya baradu, maka dia sekekeslah kerbau itu, jadi kelikinya gelang emas, jadi talinya candek, awaknya dipalut dengan lembenak, ekornya dikembang dengan suto, muka diberi berami-rami dengan gento bergiring jadi gentinya baju, tuak bakebuk, manis babuluh, nasi baambung, gulai babakung, pinang batanduk, sirih badagang, kalapa beratali, ketutu tigo gayo, ketitir panjang ranto, puyuh panjang dengung, ayam sibar ekor, maka diiritlah kerbau itu serta bunyi2-an maka diperhadapkan persembah kepada Pangeran. Tatkala masa itu maka bergelar Patih Agung Semum, balipuh di bawah daguk raja. Tatkala masa itu bergelar Depati Setuwu, sebab tauwo matanya menangis. Maka Patih Agung Semum balik mudik, Patih Setuwu tinggal di Kuto Tebat. Patih Agung Semum balik dusun Tanjung Melako Kecik, maka nikah dengan nenek Salih Kuning anak Nenek Depati Sangkar Bulan Nyalo Bumi. Nenek Salih Nyato Alam nikah dengan nenek Patih Mudo Kunci. Nenek Salih Kunci Alam nikah dengan Nenek Malin Kiwi. Adapun Nenek Depati Agung Semum beranak dua orang, pertama Nenek Agung Semum Awal Malilo, dua Patih Basemun Panjang Rambut. Adapun Patih Agung Semum Awal Malilo balik keluak Batu Asah. Patih Basemun Panjang Rambut bertempat di tengah negeri Dusun Tanjung Melako Kecik itulah adanya.

Fasal ini pada menyatakan Nenek Mayang Pangkal dia datang dari Pulau Tengah, balik Kemantan Penawar Tinggi. Tiba Kemantan nikah dengan Mat Dingin, maka dia bawa balik dusun Sekandung, kemudian nenek Mayang hendak menjalang utang tanah, maka berjejak dari dusun Sekandung, datang dari dusun Sekandung lalu ke Medang Burung. Lepas di Medang Burung lalu ke Balam Pendek, lepas di Balam Pendek lalu pula ke Titin Teras, lepas di Titin Teras lalu pula ke Sungai Tutung. Maka dimudikkan pula itu, lalu pula ke Kuto Jelmu Salang ketapan belantak besi, lepas di salang ketapan belantak besi dikelembahkan pula itu impah ke Sungai Paku, maro air burung terung mati. Lepas di Sungai Paku lalu pula ke tanah Lekuk Darat Kubang. Lepas di tanah Lekuk, lalu pula ke Bintung begunting di ilir Tebat Ijuk, maka bertemu dengan Awal Malilo di Bintung Gunting, itulah akan jadi pantak dengan Awal Malilo. Lepas di Bintung Begunting dimudikkan pula Batang Marao, bertemu pula dengan Rio Caya Kakasigi, antara Kuto Majidin dengan Kuto Baru Semurup. Maka dikedaratkan pula itu, lalu pula ke bukit tapis, tiba dia di bukit tapis dia ilirkan pula itu ke Sungai Deras. Maka bertemu pula dengan nenek Siak Rajo di Sungai Deras. Maka dia usung utang tanah, maka dia sukat bagi yang berempat, hingga Sungai Deras Mudik, itulah bagi yang berempat. Lepas dari itu tetap Patih Adil Bicara dua dengan Menang Bumi tiga dengan Patih Basemun itulah adanya.

Nenek Mayang dinikah oleh nenek Siak Rajo dengan Mat Dingin anak Nenek Depati Sangkar Bulan. Maka dia bawa balik ke Dusun Sekandung. Kemudian maka mudik nenek Dayang datang dari Pulau Tengah dia hendak menurut anak dia nenek Mayang, lah dahulu ke Kemantan, didapat alah sudah nikah, alah berutang betanah di Kemantan, alah beranak pula dia di situ di Kemantan. Anak dia maka bergelar Dara Mantan, maka nikah pula Dara Mantan dengan Awal Malilo, maka beranak lima orang; pertama Makimpang, dua Temenggung gelar Menti Agung, tiga Lilo Mangin, empat Seri Malin Bilal. Datuk Makimpang balik ke Kemantan, nikah dengan anak Patih Adil Bicara, maka jadi Nenek Hitam. Kemudian maka mufakat nenek Siak Rajo dengan nenek mayang fasal daripada utang tanah. Maka disukatlah bagi yang berempat, sejak di Sungai Deras mudik, itulah bagi yang berempat: Pertama Menti Agung, dua Datuk Orang Kayo Tengah, tiga Rio Pengagung, empat Rio Bigo, ialah itu dikatakan orang yang berempat, itulah baginya. Lepas dari itu tanah Patih Adil Rio Menang Bumi Ajo Lamayang, tiga Patih Agung Semum.

Fasal utang tanah jikalau di bangku orang, maka bedapati di Sungai Deras, maka bertemu dengan Patih Adil Bicara, dua Rio Menang Bumi, tigo Rajo Namiang dan menentukan pertemu utang tanah. Maka berkacaulah karang setianya. Dan jika dibelah dibangkung orang yang di dilir Rio Menang Bumi menukung penukung pantak. Patih Adil Bicara teleka dukung, jikalau siring yang di darat dibangkung orang Patih Adil Bicara menukung pantak. Rio Menang Bumi dengan Raja Nama yang teleka dukung sama2 bersirih sama2 bepinang, itulah buatan Siak Rajo sama2 dengan nenek Mayang, tidak boleh diubahkan sebablah sudah dengan karang setianya.


Sumber: http://tancho77.blogspot.com/2012/03/kissmerh.html

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung, salam...

    Kategori

    Tentang ATL

    Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Jambi merupakan wadah sekumpulan orang-orang yang prihatin terhadap tradisi yang semakin lama semakin berkurang para penuturnya. Sekarang kami bermarkas di Kantor Bahasa Provinsi Jambi. Silakan kontak kami di email atl_jambi@yahoo.com

    Pengelola

    Pemerhati